Posted by : Unknown Senin, 05 Mei 2014

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN
PERSALINAN DISTOSIA

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas I
Dosen pembimbing Ns. Agustine Ramie, S.Kep, M.Kep

Kelompok 2 :





KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
2013/2014


KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami sampaikan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya lah penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disajikan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas I dengan judul “Asuhan Keperawatan pada persalinan distosia” yang dibimbing oleh Ibu Ns. Agustine Ramie, S.Kep, M.Kes. Mudah–mudahan makalah ini dapat membantu para pembaca untuk memahami tentang Asuhan Keperawatan pada persalinan distosia.
Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini belum memuat bahan makalah secara lengkap dan mendalam. Untuk itu, penulis mengharapkapkan kritik yang sifatnya membangun agar sekiranya dapat memenuhi kesempurnaan tugas ini.




Banjarbaru, 25 Maret 2014




Tim Kelompok 2





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat umum terjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria primer. CPD (cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul sempit, ukuran kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet, diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan dengan evaluasi ukuran kepala janin.
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan prognosis ibu dan janin.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan distosia bahu?
2. Apa saja yang menjadi etiologi pada distosia bahu?
3. Apa saja yang menjadi faktor resiko pada distosia bahu?
4. Apa saja tanda dan gejala pada distosia bahu?
5. Bagaimana patofisologi pada distosia bahu?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada distosia bahu?
7. Apa saja komplikasi pada distosia bahu?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada distosia bahu?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada distosia bahu?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengan distosia bahu.
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi pada distosia bahu.
3. Mahasiswa dapat mengetahui yang menjadi faktor resiko pada distosia bahu.
4. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala pada distosia bahu.
5. Mahasiswa dapat memahami patofisologi pada distosia bahu.
6. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada distosia bahu.
7. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi pada distosia bahu.
8. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan pada distosia bahu.
9. Mahasiswa dapat memahami Asuhan Keperawatan pada distosia bahu.





BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Distosia Bahu
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan.(Mochtar, 1989)
Distosia secara harfiah, berarti persalinan sulit, ditandai oleh kemajuan persalinan yang terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat ketidakseimbangan ukuran antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Distosia merupakan akibat dari beberapa kelainan berbeda yang dapat berdiri sendiri atau kombinasi. (Leveno, 2009).
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Selain itu distosia bahu juga dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme atau cara biasa. (Rusniawati, 2011)
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul,atau bahu tersebut bisa lewat promontorium,tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum atau tulang ekor.
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan maneuver obstetric oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakangan pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan persentasi kepala,setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut.
Insidensi distosia bahu sebesar sebesar 0,2-0,3 % dari seluruh persalinan vaginal persentasi kepala . apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik,maka insidensitasnya menjadi 11%. (Prawirohardjo, 2011)
Pada mekanisme persalinan normal,ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul dalam posisi oblig. Bahu poterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar bahu posterior berada dicekungan tulang sakrum atau disekitar spina ischiadika dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu porterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antar bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign). (Prawirohardjo, 2011)
Distosia bahu biasanya terdapat kasus maksrosomia. Resikonya meningkat 11 kali lipat bayi dengan BB 4000 g dan 22 kali lipat pada bayi dengan BB 4500 g posterm dan makrosomia beresiko mengalami distosia bahu karena pertumbuhan trunkal dan bahu tidak sesuai dengan pertumbuhan kepala pada masa akhir kehamilan . Faktor Distosia bahu harus dicurigai pada pemanjangan kala II atau pemanjangan fase deselarasi pada kala II.

B. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,kegagalan bahu untuk ‘melipat’ ke dalam panggul (misal : pada makrosomia).
Disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk kedalam panggul. Faktor penyebab distosia antara lain:
1. Distosia Karena Kelainan His
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
a. Inersia Uteri Hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,grandemultipara atau primipara ,serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.

Inersia uteri hipotonik terbagi dua (Yusuf, 2010) yaitu:
1) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan/kelainan.

Penanganan :
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan.
b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada.
c) Teliti keadaan serviks,presentasi dan posisi,penurunan kepala/bokong bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan,bila his timbul adekuat dapat dilakukan persalinan spontan,tetapi bila tidak berhasil maka akan dilakukan sectio cesaria.

b. Inersia Uteri Hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dan bagian atas,tengah dan bawah uterus,sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. (Anonim, 2014)
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Misalnya “tetania uteri” karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus menerus.
Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi,dan sebagainya.

Penanganan:
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil , persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.

2. Distosia Karena Kelainan Letak
a. Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam-macam Letak Sungsang:
1) Letak bokong murni (frank breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas.
2) Letak sungsang sempurna(complete breech)
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3) Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech)
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.

Etiologi letak sungsang:
1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada; pada panggul sempit ,hidrocefalus, anencefalus, placenta previa,tumor.
2. Janin mudah bergerak ;pada hidramnion ,multipara,janin kecil (prematur)
3. Gemeli
4. Kelainan uterus; mioma uteri
5. Janin sudah lama mati
6. Sebab yang tidak diketahui

Diagnosis letak sungsang :
1) Pemeriksaan luar,janin letak memanjang,kepala didaerah fundus uteri
2) Pemeriksaan dalam,teraba bokong saja,atau bokong dengan satu atau dua kaki.

Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
1) Janin tidak terlalu besar
2) Tidak ada suspek CPD
3) Tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih ,terutama pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g ,sectio cesarea lebih dianjurkan.

b. Prolaps Tali Pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat (tali pusat menumbung) timbul bahaya besar ,tali pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul,premature,kelainan letak.
Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat disamping bagian terendah janin.
Pencegahan Prolaps Tali Pusat: menghindari pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.

Penanganan Tali Pusat terdepan (Ketuban belum pecah):
1) Usahakan agar ketuban tidak pecah
2) Ibu posisi trendelenburg
3) Posisi miring,arah berlawanan dengan posisi tali pusat
4) Reposisi tali pusat.

Penanganan Prolaps Tali Pusat :
1) Apabila janin masih hidup,janin abnormal,janin sangat kecil harapan hidup tunggu partus spontan.
2) Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil,pembukaan lengkap Vacum ekstraksi,porcef.
3) Pada letak lintang atau letak sungsang Sectio Cesaria

3. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras/tulang panggul,atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras dapat berupa:
1) Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid,misalnya panggul jenis Naegele, Rachitis, Scoliosis. Kyphosis, Robert dan lain-lain.
2) Kelainan ukuran panggul
Panggul sempit (pelvic contraction) panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal. (Mochtar, 1989)
Kesempitan panggul bisa pada:
a) Kesempitan pintu atas panggul Inlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka Inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11.5 cm.
b) Kesempitan midpelvis
- Diameter interspinarum 9 cm
- Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm
- Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO-pelvimetri
- Midpelvis contraction dapat memberi kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu atas panggul.
c) Kesempitan outlet
Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm. Kesempitan outlet,meskipun mungkin tidak menghalangi lahirnya janin,namun dapat menyebabkan rupture perineal yang hebat. Karena arkus pubis sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang belakang.
b. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri,vagina,selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.
1) Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik, kadang-kadang permukaan serviks menjadi macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri:
- servik kaku (rigit cervix)
- servik gantung (hanging cervix)
- servik konglumer (conglumer cervix)
- edema servik
2) kelainan selaput dara dan vagina
- selaput dara yang kaku,tebal
Penanganannya: dilakukan eksisi selaput dara (hymen)
- septa vagina
- sirkuler Anteris-posterior

3) kelaianan-kelainan lainnya
- tumor-tumor jalan lahir lunak : kista vagina,polip serviks,mioma uteri,dan sebagainya.
- kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.
- rectum yang penuh skibala atau tumor.
- kelainan letak serviks yang dijumpai pada mutipara dengan perut gantung .
- ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis. Kelainan-kelainan bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus, uterus arkuatus dan sebagainya.

C. Faktor Resiko
Kelainan bentuk panggul,diabetes gestasional,kehamilan postmature,riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
Faktor resiko distosia bahu:
1. Maternal
a. Kelainan anatomi panggul
b. Diabetes gestasional
c. Kehamilan pasotmatur
d. Riwayat distosia bahu
e. Tubuh ibu pendek
2. Fetal
a. Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
a. Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
b. Protracted active phase pada kala I persalinan
c. Protracted pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
D. Tanda Dan Gejala
1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obesitas .
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksilateral dan traksi ridak berhasil melahirkan bahu.
4. Kemajuan lambat dari 7-10 cm, meskipun kontraksinya baik.
5. Kemajuan lambat dan kloning serta kelahiran kepala lambat.
6. Gelisah
7. Sesak nafas.

E. Patofisologi
Setelah keliharan kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akanberada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat meneran akan menyebabkan bahu depan (anteriot) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan seperti sebagai berikut (Mochtar, 1989) :
a. Pemeriksaan panggul: panggul luar dan panggul dalam
b. Pemeriksaan radiologik: untuk pelvimetri dibuat 2 foto yaitu
- Foto pintu atas panggul: ibu dalam posisi setengah duduk, sehingga tabung Ro tegak lurus atas pintu atas panggul
- Foto lateral: ibu dalam posisi berdiri, tabung Ro diarahkan horizontal pada trochanter major dari samping
c. Pemeriksaan besarnya janin

G. Komplikasi
1. Komplikasi Maternal
a. Perdarahan pasca persalinan.
b. Pistula rectovagina.
Rectovagina pistula merupakan kondisi abnormal pada saluran antara bagian bawah usus besar atau rectum dengan vagina.karena kondisi ini,isi usus bisa bocor melalui pistula sehingga penderita dapat mengeluarkan gas atau tinja lewat vagina.
c. Simpisiolisis atau diathesis dengan atau tanpa transien fermonal neuropathy.
d. Robekan perineum derajat III atau IV.
e. Rupture Uteri.

2. Komplikasi Fetal
a. Brachial plexus palsy
Kelumpuhan kaki tangan bagian atas (brachial plexus palsy) disebabkan oleh luka regangan (stretch injury) pada syaraf-syarat yang memenuhi otot-otot kaki tangan bagian atas(brachial plexus)selama proses kelahiran.
b. Fraktura Clavicle
Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompressi yang berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang bisa menyebabkan terjadinyafraktur tertutup ataupun multiple trauma.
c. Kematian Janin.
d. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen.

e. Fraktura humerus
Fraktur humerus adalah kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan membumbung ke atas.pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat diperakkan dan refleks moro pada sisi tersebut menghilang.

Komplikasi distosia bahu :
1. Bagi janin
a. Terjadi peningkatan insiden kesakitan dan kematian intrapartum pada saat peralinan melahirkan bahu beresiko anoreksia sehingga dapat mengakibatkan kerusakan otak.
b. Kerusakan saraf.kerusakan atau kelumpuhan pleksus brakhialis dan keretakan bahkan sampai fraktur tulang klavikula.
2. Bagi ibu
a. Laserasi daerah perinium dan vagina yang luas.
b. Gangguan psikologis sebagai dampak dari pengalaman persalinan yang traumatic
c. Depresi jika janin cacat atau meninggal.

H. Penatalaksanaan
Penanganan umum : pada setiap persalinan, bersiaplah untuk menghadapi distosiabahu, khususnya pada persalinan dengan bayi besar dan siapkan beberapa orang untuk membantu.
Penangananan khusus :
1. Membuat episiotomy yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberikan ruang yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin kearah dadanya dalam posisi berbaring telentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu kearah dada
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi.
4. Melakukam tarikan yang kuat dan terus-meneruskearah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan bawah simfisis pubis.
(catatan: hindari tindakan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada)
5. Meminta seseorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan lebih lanjut kearah bawah pada daerah suprapubis uuntuk membantu persalinan bahu
(catatan: jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan repture uteri)
6. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan
7. Pakailah sarung tangan didedesinfeksi tingkat tingg, masukan tangan kedalam vagina
8. Lakukan penekanan pada ibu yang terletak didepan dengan arah sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilakn diameter bahu
9. Jika diperlukan lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.
10. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan.
11. Masukan tangan ke dalam vagina
12. Lengan humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakan tangan kearah daad. Ini akan memberikan ruanagn untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
13. Jika semua tindakan di atas tetaop tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain.
a. Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan
b. Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lenngan belakang.

Penatalaksanaan Distosia Bahu:
1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.

3. Lakukan episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :
a. Tekanan ringan pada suprapubic
b. Maneuver Mc Robert
c. Maneuver Woods
d. Persalinan bahu belakang
e. Maneuver Rubin
f. Pematahan klavikula
g. Maneuver Zavanelli
h. Kleidotomi
i. Simfsiotomi
Penjelesan :
1. Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin.

2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.


Maneuver Mc Rober
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal). Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray. Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis.
3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas. Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis.

4. Melahirkan bahu belakang
A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku.
B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin.
C. Lengan posterior dilahirkan.
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
a. Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
b. Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis
Maneuver Rubin II
a. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
b. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit.
6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:
a. Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
b. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
c. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
d. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.
e. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.

Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
a. Wood corkscrew maneuver
b. Persalinan bahu posterior
c. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.


I. Asuhan Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PERSALINAN DISTOSIA BAHU

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
Nama : Ny. N
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMU
Alamat : Jl. Pangeran Antasari, No. 69, RT.3, RW. 1, Kec. Kecubung, Kel. Satumilyar Kab. Bojong.
No. RM : 25 18 96
Ruang Dirawat : VK
Tanggal MRS : 22 Maret 2014
Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2014
Diagnosa Medis : Persalinan Distosia Bahu
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. K
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Banjar/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jl. Pangeran Antasari, No. 69, RT. 3, RW. 1, Kec. Kecubung, Kel. Satumilyar Kab. Bojong.
Hubungan dengan klien : Suami


2. STATUS KESEHATAN
a. Keluhan
 Keluhan Utama : Nyeri karena kontraksi uterus
 Keluhan saat Pengkajian : Nyeri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan hamil anak ketiga usia kehamilan 9 bulan, mengeluh mulas dan nyeri dipinggang dan ibu mengatakan sudah mengeluarkan air- air sejak tanggal 22 Maret 2014 pukul 07.00 WITA. Ibu mengatakan masih merasakan gerakan janin, gerakan aktif sebanyak 20 kali dalam 24 jam.

c. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien tidak ada riwayat penyakit keluarga seperti DM, Hipertensi, TBC, dll.

3. KEBIASAAN SEHARI-HARI
- Makan dan minum : Ibu makan terakhir tanggal 23 Maret 2014 pukul 23.30 WITA. Ibu sering minum dan minum terakhir 1 gelas air putih.
- Eliminasi (BAB/BAK) : BAB terakhir 1 x pada 23 Maret 2014 pukul 05.30 WITA
BAK terakhir 1 x pada 23 Maret 2014 pukul 22.30 WITA
- Istirahat/tidur : Ibu mengatakan tidur malam selama 8 jam, tidur siang 1-2 jam sehari
- Psikologis : Ibu mengatakan merasa cemas menghadapi persalinannya

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Lemah
-Kesadaran : Compos mentis
2. Tanda-tanda vital :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 78 x/menit
- Napas : 22 x/menit
- Suhu : 370C
3. TB dan BB : TB : 157 cm, BB : 68 kg.
4. Inspeksi
a. Muka : Tidak ada cloasme
- Konjungtiva : anemis.
- Sklera : an ikterik
- Pulpil : isokor , tidak ada nistagmus.
b. Mulut dan Gigi : bersih, bibir tampak pucat, tidak ada caries gigi, tidak ada stomatitis, gigi lengkap, tidak ada gangguan menelan.
c. Leher : tidak ada pembendungan vena jugularis, kelenjar tiroid ataupun limfe yang membengkak.
d. Dada : simetris, tidak ada benjolan yang abnormal, terdapat hyperpigmentasi pada areola mamae dan kolostrum sudah keluar.
e. Abdomen : Pembesaran perut sesuai usia kehamilan, terdapat linea nigra dan strie gravidarum serta tidak ada luka bekas operasi.
f. Punggung dan pinggang : terdapat tanda michales yang simetris.
g. Vulva : serviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
h. Ekstremitas : tidak ada udema, akral; hangat, tidak ada varises.
5. Palpasi
- leopold 1 : TFU pertengahan pusat dan Px, pada fundus teraba 1 bagian yang lunak, tidak melenting dan kurang bundar yang berarti bokong
- leopold 2 : Pada perut bagian sebekah kiri teraba ada tahanan yang lebar yang berarti punggung dan sebelah kanan teraba bagian yang kecil- kecil yang berarti ekstrimitas
- Leopold 3 : Bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan melenting yang berarti kepala
- Leopold 4 : Bagian yang terbawah janin sudah masuk PAP (divergen)
Mc Donald : 38 cm
TBJ : (TFU – 11) x 155
: (38 – 11) x 155
:4185 gram
6. Auskultasi
DJJ terdengar 140x/menit, punctum maximum dibawah pusat sebelah kiri
7. Perkusi
Reflek patela ada (+)
8. Pemeriksaan Dalam, pukul 24.00 WITA
- Vulva / Vagina : Blood slym
- Dinding Vagina : Teraba rugei
- Promontorium : Tidak teraba
- Portio : Lunak
- Serviks : Tipis, pembukaan 9 cm , efficement : 90 %
- Ketuban : Sudah pecah sejak pukul 01.00 WITA
- Presentasi : Kepala, UUK kiri depan
- Penurunan : Hodge III (+), 1/5
- His : Ada
- Frekuensi : 3x dalam 10 menit
- Lamanya : 20 – 40 detik

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Ro p.a.p (22 Maret 2014)
Hasil: Ukuran bayi yang lebih besar melebihi ksempatan ukuran panggul

D. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Pasien mengatakan nyeri di perut
DO :
- P : Nyeri karena adanya tekanan kepala janin pada serviks
- Q : seperti ada dorongan dari dalam
- R : daerah perut bagian bawah
Pasien nampak meringis menahan nyeri
- S : skala nyeri 4
- T : Sewaktu-waktu Tekanan kepala pada serviks Nyeri
2. DS : -
DO :
- TBJ : 4185 gram
- Panggul ibu sempit CPD Resiko tinggi cedera janin

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik
2. Resiko tinggi cedera janin b/d CPD.

F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Dx : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang :
- Klien tidak merasakan nyeri lagi.
- Klien tampak rilek
- Kontraksi uterus efektif
- Kemajuan persalinan baik.
Intervensi Rasional
Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri tekan abdomen.
Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan kepala pada servik yang berlangsung lama akan menyebabkan nyeri.
Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri Setiap individu mempunyai tingkat ambang nyeri yang berbeda, denga skala dapat diketahui intensitas nyeri klien.
Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan takut nyeri.
Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri, Bantu klien dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa nyeri
Kuatkan dukungan social/ dukungan keluarga.
Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat mengurangi tingkat kecemasan dalam melewati persalinan, klien merasa diperhatikan dan perhatian terhadap nyeri akan terhindari.

2. Dx : Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD.
Tujuan : Cedera pada janin dapat dihindari dengan kriteria Hasil :
- DJJ dalam batas normal
- Kemajuan persalinan baik
Intervensi Rasional
Lakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi Berbaring tranfersal atau presensasi bokong memerlukan kelahiran sesarea. Abnormalitas lain seperti presentasi wajah, dagu, dan posterior juga dapat memerlukan intervensi khusus untuk mencegah persalinan yang lama
Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi uterus. DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata percepatan dengan variasi rata-rata, percepatan dalam respon terhadap aktivitas maternal, gerakan janin dan kontraksi uterus.

Catat kemajuan persalinan. Persalinan lama/ disfungsional dengan perpanjangan fase laten dapat menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress berat, infeksi berat, haemoragi karena atonia/ rupture uterus. Menempatkan janin pada resiko lebih tinggi terhadap hipoksia dan cedera
Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial Penyakit hubungan kelamin didapat oleh janin selama proses melahirkan karena itu persalinan sesaria dapat diidentifikasi khususnya klien dengan virus herpes simplek tipe II
Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit. Perubahan pada tekanan caitan amnion dengan rupture atau variasi deselerasi DJJ setelah robek dapat menunjukkan kompresi tali pusat yang menurunkan transfer oksigen kejanin
Posisi klien pada posisi punggung janin Meningkatkan perfusi plasenta/ mencegah sindrom hipotensif telentang.


G. CATATAN PERKEMBANGAN
No. Hari/tanggal/diagnose Implementasi Evaluasi
1. Minggu, 23/03/2014
Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan tekanan kepala pada serviks .
1. Menentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri tekan abdomen.
2. Mengkaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri
3. Mengkaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian
4. Memberikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri, Membantu klien dalam menggunakan metode relaksasi dan menjelaskan prosedur
5. Mengkuatkan dukungan social/ dukungan keluarga.
S : pasien masih mengeluh nyeri
O :
- Wajah pasien masih tampak meringis
A : masalah belum teratasi.
P : lanjutkan intervensi.
2. Selasa, 11/03/2014
Diagnosa:
Resiko tinggi cedera janin berhubungan dengan CPD 1. Melakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi
2. Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi uterus.
3. Mencatat kemajuan persalinan.
4. Mencatat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit.
5. Memposisi klien pada posisi punggung janin S :
O :
A : Masalah teratasi
P:Hentikan intervensi.



BAB III
KESIMPULAN
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia secara harfiah, berarti persalinan sulit, ditandai oleh kemajuan persalinan yang terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat ketidakseimbangan ukuran antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Distosia merupakan akibat dari beberapa kelainan berbeda yang dapat berdiri sendiri atau kombinasi.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Makalah Asuhan Kebidanan Distosia. 20 Maret 2014. http://makalah-asuhan-kebidanan.blogspot.com

Gusti, Surya. Dunia Kesehatan DISTOSIA. 18 Januari 2013. http://www.duniakeperawatan.blogspot.com

Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams Panduan Ringkas Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Mochtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

Rusniawati, Reni. Makalah Distosia. 6 Oktober 2011. http://reni-rusniawati.blogspot.com

Yusuf, Imelda. Distosia. 15 Mei 2010. http://imeyus.blogspot.com

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Catatan Mahasiswa - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan - Published by Responsive blogger Templates-