Posted by : Unknown Senin, 05 Mei 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RHEUMATOID ARTRITIS
Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah III
Oleh :
Icho Marselawati
M. Rizani
Raudati Heldayani

Dosen Pengampu : Bapak Ns. Hammad, M.Kep






KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN  KEPERAWATAN II A
BANJARBARU
TAHUN 2014

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena  ridho dan kehendak-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan Judul  “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Rheumatoid Artritis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang diampu oleh Bapak Ns. Hammad, M.Kep pada pendidikan program Diploma III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru.    
Dalam pembuatan makalah ini, kami mendapatkan beberapa kesulitan dalam penulisan dan keterbatasan dalam memperoleh literatur, Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena itu kami mohon arahan, saran dan kritik yang sifatnya menyempurnakan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.
Banjarbaru, April 2014


Kelompok XII



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor. Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik yang terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid artritis terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ). Untuk itu akan dibahas lebih lanjut pada makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep dasar reumatoid artritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis ?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian reumatoid artritis.
2.      Untuk mengetahui etiologi reumatoid artritis.
3.      Untuk mengetahui manisfestasi klinis reumatoid artritis.
4.      Untuk mengetahui patofisiologi reumatoid artritis.
5.      Untuk mengetahui komplikasi reumatoid artritis.
6.      Untuk mengetahui prognosis reumatoid artritis.
7.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang reumatoid artritis.
8.      Untuk mengetahui penatalaksanaan/pengobatan reumatoid artritis.
9.      Untuk menjabarkan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

1.4  MANFAAT PENULISAN
Dengan makalah ini diharapkan supaya para pembaca bisa lebih mengenal terhadap tanda dan gejala yang berhubungan dengan reumatoid artritis. Dan menyampaikan kepada para pembaca tentang asuhan keperawatan reumatoid artritis.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  PENGERTIAN REUMATOID ARTRITIS
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.  (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1.      Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.      Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3.      Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4.      Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.2  ETIOLOGI REUMATOID ARTRITIS
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

2.3  PATOLOGI REUMATOID ARTRITIS
1)      Kelainan pada sinovia
             Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.
2)      Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.


3)      Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a.       Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b.      Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c.       Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.


4)      Kelainan pada jaringan ekstra artikular.
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a.       Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya degenerasi serabut otot.
b.      Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik. Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c.       Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis reumatoid.
Gambar 3.2.3
 
d.      Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.
e.       Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal, rekasi epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan sensoris.
f.       Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung dimana adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada katub jantung. (Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal, 2006).

2.4  MANISFESTASI KLINIS REUMATOID ARTRITIS
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987, adalah:
1.      Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2.      Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3.      Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.
4.      Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis simultaneously).
5.      Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6.      Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7.      Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang  yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. (Mansjoer, 2001).

2.5  PATOFISOLOGI REUMATOID ARTRITIS
Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk memahami lebih dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan  degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam fisiologi sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan beban yang licin secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan pada sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau tulangnya tidak normal. (muttaqin, 2005).

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Pada respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.


2.6  KOMPLIKASI REUMATOID ARTRITIS
·         Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
·         Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan infark.
·         Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
·         Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
·         Osteoporosis.
·         Nekrosis sendi panggul.
·         Deformitaas sendi.
·         Kontraktur jaringan lunak.
·         Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).


2.7  PEMERIKSAAN PENUNJANG REUMATOID ARTRITIS
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
·         Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
·         Protein C-reaktif biasanya positif.
·         LED meningkat.
·         Leukosit normal atau meningkat sedikit.
·         Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
·         Trombosit meningkat.
·         Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi. (Mansjoer, 2001).
Gambar RA rontgen :
 

2.8  PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN REUMATOID ARTRITIS
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1.      Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.

2.      Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.

3.      Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.

4.      Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.

5.      Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).

6.      Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.

7.      Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.


2.9  ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS
1.      PENGKAJIAN
a.       Aktivitas/Istirahat
·         Gejala        : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress pada sendi; kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
·         Tanda        : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit; kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
b.      Kardiovaskuler
·         Gejala        : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c.       Integritas Ego
·         Gejala        : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial. Keputusasaan dan ketidak berdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri misal ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
d.      Makanan/Cairan
·         Gejala        : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makan/cairan adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
·         Tanda        : Penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
e.       Hiegiene
·         Gejala        : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
f.       Neurosensori
·         Gejala        : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
·         Tanda        : Pembengkakan sendi simetris.
g.      Nyeri/kenyamanan
·         Gejala        : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
h.      Keamanan
·         Gejala        : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap, kekeringan pada mata, dan membran mukosa.
i.        Interaksi sosial
·         Gejala        : Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis (Doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
1)   Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2)   Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3)   Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
4)   Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
5)   Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
6)   Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Sementara Carpenito (1995) merupakan diagnosis keperawtan pada klien reumatoid artritis, adalah sebagai berikut :
1)   Kelemahan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
2)   Risiko tinggi kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan pengaruh obat dan sndrom Sjogren.
3)   Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, fibrositis.
4)   Risiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan kelemahan dan kesulitan ambulasi.
5)   Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat lubrikasi.
6)   Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan/ketidakmampuan klien.
7)   Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.

3.      RENCANA KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan pada klien artritis reumatoid di bawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan , tindakan keperawatan, dan rasionalasis ( Doenges, 2000).

1)   Diagnosis keperawatan       : Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan                                 : Nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi.
Kriteria Hasil                      :
-          klien melaporkan penurunan nyeri.
-          menunjukkan perilaku yang lebih relaks.
-          memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.
-          Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
No
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Mandiri
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta catat lokasi dan intensitas, faktor - faktor yang mempercepat, dan respons rasa sakit nonverbal.

Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektivitas program.

2.
Berikan matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.


Matras yang empuk/lembut, bantal yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stres pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang nyeri.
3.
Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri/cedera.
4.
Tempatkan/ pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokanter , bebat atau brace.


Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri /kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas /fungsi sendi.
5.
Anjurkan klien untuk sering merubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, serta hindari gerakan yang menyentak.
Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi.


6.
Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk kompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit, dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
7.
Berikan masase yang lembut.
Meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot.
8.
Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misal relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeedback, visualisasi, pedoman imajinasi, hipnosis diri, dan pengendalian napas.
Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

9.
Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
10.
Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
11.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai petunjuk:
·  Asetilsalisilat (Aspirin).










·  NSAID lainnya, misal ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, piroksikam (feldence), fenoprofen.

·  D-penisilamin (cuprimine).












·  Antasida.



·  Produk kodein.







·      Bekerja sebagai antiinflmasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara reguler untuk mendukung kadar dalam darah terapeutik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dari NSAID lain yang diresepkan.

·      Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.

·      Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leukopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan di antara waktu makan, karena absorpsi obat menjadi tidak seimbang akibat makanan dan produk antasida dan besi.

·      Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ketidaknymanan lambung.

·      Meskipun narkotika umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, pengguna jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.
12.
Bantu klien dengan terapi fisik, misal sarung tangan parafin, bak mandi dengan kolam bergelombang.
Memberikan dukungan hangat/ panas untuk sendi yang sakit.

13.
Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.
Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.
14.
Pertahankan unit TENS jika digunakan.
Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi sensasi nyeri.
15.
Siapkan intervensi pembedahan, misal sinovektomi
Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dari perubahan degeneratif.

2)      Diagnosa Keperawatan      : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tujuan                                 : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil                      :
-          Klien dapat ikut serta dalam program latihan.
-          Tidak terjadi kontraktur sendi.
-          Bertambahnya kekukatan otot.
-          Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas, mempertahankan koordinasi mobilitas sesuai tingkat optimal.

No
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Mandiri
Evaluasi/ lanjutan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi.

Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan resolusi proses inflamasi.
2.
Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan. Buat jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan.
3.
Bantu klien latihan rentang gerak pasif/ aktif, demikian juga latihan resistif dan isometrik jika memungkinkan.
Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot, dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat dapat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
4.
Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Teknik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
5.
Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulung trokanter, bebat, dan brace.
Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukandan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.
6.
Gunakan bantal kecil/ tipis di bawah leher.
Mencegah fleksi leher.

7.
Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri , berjalan.
Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.

8.
Berikan lingkungan yang aman, misal menaikkan kursi/ kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/ pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/ kursi roda.
Menghindari cedera akibat kecelakaan/ jatuh.

9.
Kolaborasi
Konsultasi dengan ahli terapi fisik/ okupasi dan spesialis vokasional.

Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/ bantuan mobilitas.
10.
Berikan matras busa/pengubah tekanan.
Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas/terjadi dekubitus.
11.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
·         Agen antireumatik, misal garam emas, natrium tiomaleat.










·         Steroid .


Obat-obatan :
·      Krisoterapi (garam emas ) dapat menghasilkan remisi dramatis/terus-menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misal krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktrik.

·      Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
12.
Siapkan intervensi bedah:
·      Artroplasti.




·      Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon, ganglionektomi.


·      Implan sendi.
Intervensi bedah:
·      Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stabilitas sendi.

·      Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, meningkatkan fungsi, dan mobilitas.

·      Pergantian mungkin diperlukan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.



3)      Diagnosa Keperawatan      : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
Tujuan                                 : Klien mampu mengimplementasikan pola koping yang baru dan mengungkapkan serta menunjukkan terhadap penampilan.
Kriteria Hasil                      :
-          Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
-          Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
-          Klien menerima perunbahan citra tubuh.
-          Klien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan dalam pengambilan keputusan tentang perawatan.

No
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Mandiri
Dorong klien mengungkapkan perasaannya mengenai proses penyakit dan harapan masa depan.

Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung.

2.
Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada klien/ orang terdekat. Pastikan bagaimana pendangan pribadi klien dalam berfungsi dalam gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
Mengidentifikasi bagaimana penyakit memengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/konseling lebih lanjut.

3.
Diskusikan persepsi klien menganai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan klien.
Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri.
4.
Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.
Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
5.
Observasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh.


Dapat menunjukkan emosional atau metode koping maladaftif, membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.
6.
Susun batasan pada perilaku maladaftif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaftif
Membantu klien untuk mempertahankan control diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
7.
Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktifitas.
Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi.
8.
Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien
Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
9.
Berikan respons/pujian positif bila perlu.

Memungkinkan klien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.
10.
Kolaborasi
Rujuk pada konselig psikiatri, missal perawat spesialis psikiatri, psikologi/psikolog, pekerja social.


Klien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ketidakmampuan.
11.
Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, missal antiansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan.
Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.

4.      Diagnosa Keperawatan    : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
Tujuan                              : Klien dapat melakukan perawatan diri sesuai kemampuannya.
Kriteria Hasil                    :
-          Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
-          Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
-          Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

No.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Mandiri
Diskusikan dengan klien tingkat fungsional umum sebelum timbulnya/eksaserbasi penyakit dan resiko perubahan yang diantisipasi.

Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
2.
Pertahankan mobilitas, control terhadap nyeri, dan program latihan.
Mendukung kemandirian fisik/emosional klien.
3.
Kaji hambatan klien dalam partisipasi perawatan diri. Identifikasi/buat rencana untuk modifikasi lingkungan.
Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
4.
Kolaborasi
Konsultasi dengan ahli terapi okupasi.

Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual, missal memasang kancing, menggunakan alat bantu, emmakai sepatu, atau menggantungkan pgangan untuk mandi pancuran.
5.
Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan setelah pemulangan.

Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat ketidakmampuan actual. Memberikan lebih banyak keberhasilan usaha tim dengan orang lan yang ikut serta dalam perawatan, missal tim terapi okupasi.
6.
Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, missal pelayanan perawatan di rumah, ahli nutrisi.
Klien mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan utnuk partisipasi situasi di rumah.



5.      Diagnosa Keperawatan    : Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.

No.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Mandiri
Kaji tingkat fingsional fisik klien.


Menidentifikasi tungkat bantuan/dukungan yang diperlukan klien.
2.
Evaluasi lingkungan sekitar untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri sendiri.

Menentukan kemungkinan susunan yang ada/perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan klien
3.
Tentukan sumber-sumber financial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi system pendukung yang tersedia untuk klien, misalnya membagi perbaikan/ tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga atau pelayanan.
Menjamin bahwa kebutuhan klien akan dipenuhi secara terus-menerus.

4.
Identifikasi peralatan yang diperlukan untuk mendukung aktifitas klien, missal peninggian dudukan toilet, kursi roda.
Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang untuk menunjang aktivitas klien di rumah.
5.
Kolaborasi
Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi.


Bermanfaat untuk mengidentifkasi peralatan, cara-cara untuk mengubah berbagai tugas dalam mempertahankan kemandirian.
6
Identifikasi sumber-sumber komunitas, missal pelayanan pembantu rumah tangga, pelayanan social (bila ada)
Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi di rumah.

6.      Diagnosa Keperawatan    : Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemanjanan/mengingat, kesalahan interprestasi informasi.
Tujuan                              : Klien mampu memahami/menjelaskan mengenai penyakit, prognosis dan perawatannya.
Kriteria Hasil                    :
-          Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
-          Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

No.
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Mandiri
Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.

Memberikan pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang disampaikan.
2.
Diskusikan kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat.
Tujuan control penyakit adalh untuk menekan inflamasi sendi/jaringan lain guna mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
3.
Bantu klien dalam merencanakan jadwal aktivitas yang realistis, periode istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan menajemen stress.
Memberikan striuktur dan megurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis yang kompleks.
4.
Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoteraupeutik.
Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung ketepatan dosis.
5.
Rekomendasikan penggunaan aspiran bersalut/dibuper enteric atau salisilat (anthorpan) atai kolin magnesium trisalisilat (trilisate).
Preparat bersalut/dibufer di cerna dengan makanan, meminimalkan iritasi gaster, mengurangi resiko perdarahan.
6.
Anjurkan klien untuk mencerna obat-obatan dengan makanan, susu atau antasida.
Membatasi iritasi gaster.
7.
Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, missal tinnitus, intoleransi lambung, perdarahan gastrointestinal, dann ruam purpurik.
Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak (overdosis).

8.
Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter.
Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi (missal obat diare) yang dapat meningkatkan resiko overdosis obat/efek samping yang berbahaya
9.
Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein, dan zat besi.
Meningkatkan perasaan sehat.
10.
Dorong klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan.

Penurunan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi.
11.
Berikan informasi menganai alat bantu, missal bermain barang-barang yang bergerak, tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat dinaikkan, palang palang keamanan.
Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan
12.
Diskusikan teknik menghemat energy, kisal duduk lebih baik daripada berdiri dalam menyiapkan makanan dan mandi.
Mencegah kepenatan.


13.
Dorong klien untuk menpertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat maupun saat aktivitas, missal menjaga sendi tetap meregang, tidak fleksi.
Mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup klien untuk mengurangi takanan sendi dan nyeri.
14.
Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan lakukan perawatan kulut lainnya di bawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat.
Mengurangi resiko iritsai/kerusakan kulit.


BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.  (Muttaqin, 2006).
Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut.Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki deformitas.








DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.
Lukman dan Nurna Ningsih. 2009.    Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.
Muttaqin, arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.
Muttaqin, arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.


{ 2 komentar... read them below or Comment }

- Copyright © Catatan Mahasiswa - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan - Published by Responsive blogger Templates-