- Back to Home »
- LAPORAN PENDAHULUAN PADA IBU DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA
Posted by : Unknown
Senin, 30 Juni 2014
LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA IBU
DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA
A. Konsep Dasar Sectio Caesaria
1.
Pengertian
Sectio Caesaria
Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio
caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2.
Indikasi
a.
Indikasi Ibu :
1)
Panggul sempit
2)
Tumor jalan
lahir yang menimbulkan obstruksi
3)
Stenosis serviks uteri atau vagina
4)
Plassenta praevia
6)
Rupture uteri membakat
7)
Partus tak maju
8)
Incordinate uterine action
b.
Indikasi Janin
1)
Kelainan Letak :
a)
Letak lintang
b)
Letak sungsang
( janin besar,kepala defleksi)
c)
Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d)
Presentasi
ganda
e)
Kelainan letak
pada gemelli anak pertama
2)
Gawat Janin
3)
Indikasi Kontra(relative)
a)
Infeksi
intrauterine
b)
Janin Mati
c)
Syok/anemia
berat yang belum diatasi
d)
Kelainan
kongenital berat
3.
Tujuan
Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan
segmen bawah rahim.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a.
Abdomen (SC Abdominalis)
1)
Sectio Caesarea Transperitonealis
a)
Sectio caesarea klasik atau corporal
: dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1.
Mengeluarkan janin lebih memanjang
2.
Tidak menyebabkan komplikasi kandung
kemih tertarik
3.
Sayatan bisa diperpanjang proksimal
atau distal
Kekurangan :
1.
Infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
2.
Untuk persalinan berikutnya lebih
sering terjadi rupture uteri spontan.
3.
Ruptura uteri karena luka bekas SC
klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri
karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura
uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil
lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.
b)
Sectio caesarea profunda(Ismika
Profunda) : dengan insisi pada segmen bawah uterus.Dilakukan dengan membuat
sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1.
Penjahitan luka lebih mudah
2.
Penutupan luka dengan
reperitonialisasi yang baik
3.
Tumpang tindih dari peritoneal flap
baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
4.
Perdarahan kurang
5.
Dibandingkan dengan cara klasik
kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
2.
Keluhan utama pada kandung kemih
post operatif tinggi.
2)
Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa
membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
b.
Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim,
sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1)
Sayatan memanjang (longitudinal)
2)
Sayatan melintang (tranversal)
3)
Sayatan huruf T (T Insisian)
5.
Komplikasi
Infeksi Puerperalis
Komplikasi
ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan
lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik
dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
a.
Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada
waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia
uteri
b.
Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1)
Luka kandung kemih
2)
Embolisme paru – paru
c.
Suatu komplikasi yang baru kemudian
tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6.
Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses
persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,
pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi
yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik
akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa
nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
7.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht)
untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek
kehilangan darah pada pembedahan.
b.
Leukosit (WBC) mengidentifikasi
adanya infeksi
c.
Tes golongan darah, lama perdarahan,
waktu pembekuan darah
d.
Urinalisis / kultur urine
e.
Pemeriksaan elektrolit
8.
Penatalaksanaan
Medis Post SC
a.
Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita
puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi
pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b.
Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya
dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c.
Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap
meliputi :
1)
Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2)
Latihan pernafasan dapat dilakukan
penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
3)
Hari kedua post operasi, penderita
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4)
Kemudian posisi tidur telentang
dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
5)
Selanjutnya selama berturut-turut,
hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
d.
Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan
rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama
lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e.
Pemberian obat-obatan
1)
Antibiotik. Cara pemilihan dan
pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2)
Analgetik dan obat untuk
memperlancar kerja saluran pencernaan
a)
Supositoria = ketopropen sup 2x/24
jam
b)
Oral = tramadol tiap 6 jam atau
paracetamol
c)
Injeksi = penitidine 90-75 mg
diberikan setiap 6 jam bila perlu
3)
Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan
keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f.
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1
hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
g.
Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h.
Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada
hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut
payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.
(Manuaba, 1999)
1.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Leukosit darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi
a.
testlakmusmerahberubahmenjadibiru
b. amniosentetis
c.
USG ( menentukanusiakehamilan , indekscairanamnionberkurang)
( AriefMonsjoer, dkk, 2001 : 313
)
2.
Penatalaksanaan
a.
Keperawatan
1)
Rawat rumah
sakit dengan tirah baring.
2)
Tidak ada
tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3)
Umurkehamilankurang
37 minggu.
4)
Antibiotikprofilaksisdenganamoksisilin
3 x 500 mg selama 5 hari.
5)
Memberikantokolitikbilaadakontraksi
uterus danmemberikankortikosteroiduntukmematangkanfungsiparujanin.
6)
Jangan
melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
7)
Melakukan
terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
8)
Bila dalam 3 x
24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan
mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi
kehamilan.
b.
Medis
1)
Bila didapatkan
infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
2)
Induksiatauakselerasipersalinan.
3)
Lakukan seksio caesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
4)
Lakukanseksiohisterektomibilatanda-tandainfeksi
uterus beratditemukan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian fokus
a.
Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan,
suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor
medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk,
keadaan umum tanda vital.
b.
Keluhan utama
c.
Riwayat kehamilan, persalinan, dan
nifas sebelumnya bagi kien multipara
d.
Data riwayat penyakit
1)
Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang
berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan
yang dirasakan setelah pasien operasi.
2)
Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat
mempengaruhi penyakit sekarang, maksudnya apakah pasien pernah mengalami
penyakit yang sama (plasenta previa)
3)
Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita
pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan yang
sama (plasenta previa).
e.
Keadaan klien meliputi:
1)
Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina
yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
kira-kira 600-800 mL.
2)
Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang
diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan
sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari
kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3)
Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada
distensi (diet ditentukan)
4)
Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di
bawah tingkat anestesi spinal epidural
5)
Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai
sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri
tekan uterus mungkin ada.
6)
Pernapasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan
terdengar jelas.
7)
Keamanan
8)
Balutan badomen dapat tampak sedikit
noda/kering dan utuh
9)
Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak
di umbilikus. Aliran lokhea sedang
2.
Diagnosa
keperawatan yang sering muncul
1)
Nyeri akut b/d Luka bekas operasi pada abdomen
2)
Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri
pada abdomen post op SC
3)
Kurangnya perawatan diri b/d
penurunan kekuatan tubuh
3. Rencana
Asuhan
NO
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Nyeri akut
b.d luka bekas operasi pada abdomen
|
Dalam 3 x
24 jam Nyeri berkurang dan terkontrol dengan Kriteria : Skala nyeri 3
Klien
tampak tenang dan rileks
|
Kaji tingkat,skala,dan intensitas
nyeri.
At Atur posisi yang nyaman dan menyenangkan.
Ciptakan lingkungan
yang nyaman dan tenang.
Ajarkan
tekhnik relaksasi
Kaji
tanda-tanda vital pasien
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian Analgetik.
|
Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus
dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya.
Mungkin akan mengurangi rasa sakit dan meningkatkan
sirkulasi.
Dapat Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
istirahat yang adekuat.
Mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
Supaya perawat bisa mengetahui perkembangan yang dialami oleh pasien dan
menentukan tindakan selanjutnya.
Kenyamanan dan kerjasama pasien dalam pengobatan
prosedur dipermudah oleh pemberian analgetik.
|
2
|
Gangguan
mobilitas fisik b/d nyeri pada abdomen post op SC
|
Dalam 3 x
24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil :
Pasien
sudah bisa melakukan aktifitas sendiri , pasien mengatakan sudah
bisa bergerak.
|
Kaji tingkat
mobilitas dari pasien
Motivasi pasien untuk
melakukan mobilitas secara bertahap
Pertahankan posisi tubuh yang tepat
Berikan dukungan dan bantuan keluarga/orang
terdekat pada latihan gerak pasien.
|
Diharapkan dapat mempermudah
pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
Diharapkan dapat meningkatkan
kenyamanan dan ambulasi.
Dapatkan meningkatkan posisi fungsional pada
tubuh pasien
Memampukan keluarga/orang
terdekat untuk aktifitas dalam perawatan pasien
perasaan senang
dan nyaman
pada pasien
|
3
|
Kurangnya
perawatan diri b/d penurunan kekuatan tubuh
|
Setelah
dilakukan ASKEP selama 3 x 24 jam kurang perawatan diri teratasi
dengan kriteria hasil : pasien bisa menjaga personal hygiene nya,kekuatan
tubuh pasien bisa kembali normal
|
Kaji tingkat kemampuan diri
dalam perawatan diri
Motivasi klien untuk melakukan aktivitas secara
bertahap
Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien
Kaji karakter dan jumlah aliran lochea
Ajarkan pasien latihan bertahap
|
Untuk
mengetahui kemampuan klien dalam personal hygiene
Mengajarkan klien untuk memenuhi secara mandiri
Keluarga adalah orang yang paling penting tepat
untuk masalah ini dan membuat klien lebih di perhatikan
Aliran lochea seharunya tidak banyak
Dapat meningkatkan kemampuan klien
|
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa
dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Cunningham,
F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of
Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Chandranita
Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC
Prawirohardjo,
Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin,
Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta: YBP-SP